Tuhan, malam ini hujan derass dan aku sebal dengan kendaraan yang lewat seenaknya.
Percikan air mereka sampai mengenai trotoar :/ Aku harus berusaha menghindarinya..
"masih lumayan kan bukan lumpur?" #terbayang yang di sinetron atau drama-drama
"iya sih.. he2~" *ga jadi kesel*
"Dek, Dek," panggil seorang ibu di bawah pohon gelap.
Aku yang tadinya berjalan cepat, berhenti dan menoleh.
"Dek, Dek, jangan takut ibu panggil"
Gimana ga takut, sudah berapa kali aku mengalami peristiwa serupa di tempat yang berbeda. Kronologinya sama:
Seorang ibu membawa anaknya yang di bawah umur dengan berbagai alasan dan ujung-ujungnya adalah 'UANG' .
Tapi entah kenapa kakiku tetap mendekati mereka dan bertanya ada apa. Dengan wajah penuh curiga aku tanyai ibu itu. Anaknya tetap diam.
Ibu itu seperti habis menangis. Hidungnya merah, entah karena kedinginan juga kah.
Anak laki-laki di sebelahnya hanya terdiam sambil memegang payung. Alisnya turun ke bawah.
Ibu itu bercerita dengan pilunya..
Ibu itu menjual baju seharga 200ribu untuk membayar cicilan anak tertuanya yang akan mengikuti UAS. Anaknya kelas 3SMA. Katanya jualan bakwan saja di rumah tidak cukup. Ibu itu butuh sekali. Dia memakai tongkat dengan alasan kakinya kecil sebelah. Dia kedinginan sudah bolak-balik keliling dari tadi. Ibu itu dengan mantap menyerahkan surat yang dibungkus kantong plastik hitam.
"Ini surat sekolahnya. Bisa ditelepon kalau tidak percaya. Ini demi anak ibu satu-satunya."
Benar saja surat dari sekolah. Ada tanda tangan kepala sekolahnya, dsb.
Awalnya..aku ragu banget dengan ibu itu. Aku sudah sering dihadapkan dengan kejadian seperti ini dan aku ada trauma berbuat baik :/
Tapi akhirnya..
"E..ibu masih lama di sini tidak? Saya ke kos saya dulu ya mau ambil simpanan. Tapi suratnya saya bawa dulu."
"Bener ya, Dek?" dengan wajah berbinar.
"Iya, saya akan kembali."
"Kalau ga percaya coba aja Dek telepon ke nomornya" Ibu itu masih terus meyakinkan.
Baru beberapa langkah didepan sebuah kantin, lewat seorang cici-cici yang belum aku kenal sama sekali. Sambil berjalan bertanya ke arahku.
"Ada apa? Pasti minta uang ya?" Cici itu berbaik hati menjelaskan padaku (setelah aku bertanya-tanya terus) meski dia sepertinya agak buru-buru ingin meninggalkan tempat itu.
Ternyata ibu itu sering muncul di daerah itu. Dengan memakai tongkat yang sama. Dengan modus yang sama. Dengan jumlah uang yang diminta yang sama.
Lalu cici itu kembali berbaik hati menjelaskan saat aku menunjukkan surat itu.
Aku buru-buru masuk ke kantin, ke tempat mbak langgananku. Aku bercerita dan ternyata si mbak kenal ibu itu dari cerita salah satu korban yang juga mahasiswi :/
Terungkap sudah modus ibu itu. Setelah aku teliti, ternyata surat itu hasil fotokopian yang penuh dengan tip-ex, coretan, dan cap. Di tempat gelap tadi aku tidak bis amelihatnya dengan jelas.
Ya Tuhan!! Ada apa dengan wajahku? Memang tampangku, tampang gampang dibodohi kah?
Aaarrgghhh~ >0<) Aku kesaall sekali, apalagi teringat dulu.
Akhirnya aku cuma memberi mereka 2plastik teh manis hangat dan uang 5ribu.
Ibunya melotot saat aku bilang menaruh curiga dengan surat itu :/
Tapi aku tidak peduli :/ aku melihat anak itu dan menepuk pundaknya :/
"Dek, kamu sekolah yang bener ya. Jadi anak yang baik." Aku memandang anak itu, tapi anak itu tidak berani memandang mataku. Dia terlihat gugup dan sedih :/
Aku tidak peduli dengan apa yang ibu itu katakan :/
Aku cuma ingin memandang anak itu dan menepuk pundaknya :/
Sewaktu perjalanan pulang ke kos. Aku sempat takut sekali. Takut dibuntuti.
(Apalagi setelah mendengar cerita mbak :/)
Setelah masuk ke gerbang kos, tiba-tiba
"Jadi bukan karena wajahmu kan? bukan salah wajahmu.
Kau waktu itu benar-benar ingin berbuat baik, ingin menolong ibu itu. Dan Tuhan tidak membiarkanmu ditipu karena kau ingin berbuat baik. Tuhan tidak akan membiarkanmu.
jadi bukan karena wajahmu. bukan salah wajahmu."
"bukan salah wajahku?"
Waktu aku posting, ternyata banyak juga temanku yang pernah jadi sasaran.
Baiklah berarti memang bukan karena wajahku yan gampang dibodohi dan polos :]
Entah kenapa aku lega...pikiran soal wajahku mulai hilang...
Aku menyadari banyak hal.. Orang memang bisa mengelabuiku.. Tapi tiap aku dikelabui dan bersimpati..tiba-tiba saja ada saja yang memperingatkan. Dan aku aku tidak jadi dikelabui :/ :]
Hmmm...Tuhan? Apa ini semua karena wajahku?
Bukan? Kau ingin aku mengerti sesuatu?
Kalau orang yang berbuat baik ga akan dibiarin Tuhan jatuh?
Kalau anak-anak itu sebenarnya sangat kasihan dan perlu dikasihi?
Kalau aku masih beruntung punya ibu seperti ma'?
Kalau aku bisa sembuh dari trauma ku?
Percikan air mereka sampai mengenai trotoar :/ Aku harus berusaha menghindarinya..
"masih lumayan kan bukan lumpur?" #terbayang yang di sinetron atau drama-drama
"iya sih.. he2~" *ga jadi kesel*
"Dek, Dek," panggil seorang ibu di bawah pohon gelap.
Aku yang tadinya berjalan cepat, berhenti dan menoleh.
"Dek, Dek, jangan takut ibu panggil"
Gimana ga takut, sudah berapa kali aku mengalami peristiwa serupa di tempat yang berbeda. Kronologinya sama:
Seorang ibu membawa anaknya yang di bawah umur dengan berbagai alasan dan ujung-ujungnya adalah 'UANG' .
Tapi entah kenapa kakiku tetap mendekati mereka dan bertanya ada apa. Dengan wajah penuh curiga aku tanyai ibu itu. Anaknya tetap diam.
Ibu itu seperti habis menangis. Hidungnya merah, entah karena kedinginan juga kah.
Anak laki-laki di sebelahnya hanya terdiam sambil memegang payung. Alisnya turun ke bawah.
Ibu itu bercerita dengan pilunya..
Ibu itu menjual baju seharga 200ribu untuk membayar cicilan anak tertuanya yang akan mengikuti UAS. Anaknya kelas 3SMA. Katanya jualan bakwan saja di rumah tidak cukup. Ibu itu butuh sekali. Dia memakai tongkat dengan alasan kakinya kecil sebelah. Dia kedinginan sudah bolak-balik keliling dari tadi. Ibu itu dengan mantap menyerahkan surat yang dibungkus kantong plastik hitam.
"Ini surat sekolahnya. Bisa ditelepon kalau tidak percaya. Ini demi anak ibu satu-satunya."
Benar saja surat dari sekolah. Ada tanda tangan kepala sekolahnya, dsb.
Awalnya..aku ragu banget dengan ibu itu. Aku sudah sering dihadapkan dengan kejadian seperti ini dan aku ada trauma berbuat baik :/
Tapi akhirnya..
"E..ibu masih lama di sini tidak? Saya ke kos saya dulu ya mau ambil simpanan. Tapi suratnya saya bawa dulu."
"Bener ya, Dek?" dengan wajah berbinar.
"Iya, saya akan kembali."
"Kalau ga percaya coba aja Dek telepon ke nomornya" Ibu itu masih terus meyakinkan.
Baru beberapa langkah didepan sebuah kantin, lewat seorang cici-cici yang belum aku kenal sama sekali. Sambil berjalan bertanya ke arahku.
"Ada apa? Pasti minta uang ya?" Cici itu berbaik hati menjelaskan padaku (setelah aku bertanya-tanya terus) meski dia sepertinya agak buru-buru ingin meninggalkan tempat itu.
Ternyata ibu itu sering muncul di daerah itu. Dengan memakai tongkat yang sama. Dengan modus yang sama. Dengan jumlah uang yang diminta yang sama.
Lalu cici itu kembali berbaik hati menjelaskan saat aku menunjukkan surat itu.
Aku buru-buru masuk ke kantin, ke tempat mbak langgananku. Aku bercerita dan ternyata si mbak kenal ibu itu dari cerita salah satu korban yang juga mahasiswi :/
Terungkap sudah modus ibu itu. Setelah aku teliti, ternyata surat itu hasil fotokopian yang penuh dengan tip-ex, coretan, dan cap. Di tempat gelap tadi aku tidak bis amelihatnya dengan jelas.
Ya Tuhan!! Ada apa dengan wajahku? Memang tampangku, tampang gampang dibodohi kah?
Aaarrgghhh~ >0<) Aku kesaall sekali, apalagi teringat dulu.
Akhirnya aku cuma memberi mereka 2plastik teh manis hangat dan uang 5ribu.
Ibunya melotot saat aku bilang menaruh curiga dengan surat itu :/
Tapi aku tidak peduli :/ aku melihat anak itu dan menepuk pundaknya :/
"Dek, kamu sekolah yang bener ya. Jadi anak yang baik." Aku memandang anak itu, tapi anak itu tidak berani memandang mataku. Dia terlihat gugup dan sedih :/
Aku tidak peduli dengan apa yang ibu itu katakan :/
Aku cuma ingin memandang anak itu dan menepuk pundaknya :/
Sewaktu perjalanan pulang ke kos. Aku sempat takut sekali. Takut dibuntuti.
(Apalagi setelah mendengar cerita mbak :/)
Setelah masuk ke gerbang kos, tiba-tiba
"Jadi bukan karena wajahmu kan? bukan salah wajahmu.
Kau waktu itu benar-benar ingin berbuat baik, ingin menolong ibu itu. Dan Tuhan tidak membiarkanmu ditipu karena kau ingin berbuat baik. Tuhan tidak akan membiarkanmu.
jadi bukan karena wajahmu. bukan salah wajahmu."
"bukan salah wajahku?"
Waktu aku posting, ternyata banyak juga temanku yang pernah jadi sasaran.
Baiklah berarti memang bukan karena wajahku yan gampang dibodohi dan polos :]
Entah kenapa aku lega...pikiran soal wajahku mulai hilang...
Aku menyadari banyak hal.. Orang memang bisa mengelabuiku.. Tapi tiap aku dikelabui dan bersimpati..tiba-tiba saja ada saja yang memperingatkan. Dan aku aku tidak jadi dikelabui :/ :]
Hmmm...Tuhan? Apa ini semua karena wajahku?
Bukan? Kau ingin aku mengerti sesuatu?
Kalau orang yang berbuat baik ga akan dibiarin Tuhan jatuh?
Kalau anak-anak itu sebenarnya sangat kasihan dan perlu dikasihi?
Kalau aku masih beruntung punya ibu seperti ma'?
Kalau aku bisa sembuh dari trauma ku?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar